Effendi atau Efendi (Arab: أفندي Afandī; Parsi : آفندی ) ialah kelas istimewa yang mempunyai gelaran Tuan.Panggilan ini ialah sebagai tanda hormat yang mana ia sama dengan perkataan `sir` di dalam bahasa inggeris,di Turki. Ia mengikuti nama peribadi, apabila digunakan , dan ia biasanya diberikan kepada orang yang mempelajari profession, dan kepada pegawai kerajaan yang tidak mempunyai pangkat yang tinggi.sepert `bey` atau `pasha`. Ia juga menunjukkan kepada pejabat, seperti `Hekim efendi`, ketua perubatan kepada Sultan. Panggilan bawahan ialah `efendim`(Tuan saya ) digunakan oleh pekerja dan di dalam perbualan formal.
Pada masa kerajaan Bani Uthmaniyah, panggilan yang sinonim yang digunakan sebelum nama peribadi ialah `agha` ialah `efendi`. Panggilan boleh menunjukkan tahap pendidikan kita,kerana ini ialah implikasi dari graduan sekolah sekular negeri (rüşdiye), walaupun sekurang-kurangnnya tidak semua efendis pernah menjadi pelajar aliran agama ataupun cikgu agama.
Perkataan ini juga ialah kerosakan dari perkataan orang Greek aphthentes (afendis) yang mana ia juga merujuk kepada individu yang mempunyai kuasa (rasmi) untuk mewakilkan dirinya.
Sumber rujukan:
Effendi- From Wikipedia, the free encyclopedia
Wednesday, December 9, 2009
Wednesday, November 4, 2009
Surat-Menyurat Da’wah Dengan Abdul Qahhar
Abdul Qahhar Wrote:
Salam ukhwah, saya agak terlewat membaca blog ini mungkin. tapi, saya sudah pun membaca sebahagian besar artikel dalam blog ini.
dah sekian lama saya mencari jawapan kepada persoalan dan tomahan kepada usaha tabligh ini sebenarnya. sebab adalah tak adil jika tidak mendapatkan keterangan dari pengiat tabligh sendiri berkenaan tomahan tersebut.
rata-rata, sikap ahli tabligh yg tidak mahu membicarakan perihal isu dan tomahan ttg tabligh menjadikan org luar susah untuk menerima gerak kerja Tabligh ini.
setelah membaca blog ini, kebanyakkanya persoalan dalam diri saya telah terjawab berkenaan dengan perihal tabligh dari hukum syarak dan menjwab fatwa2 yang terlibat.
kami berharap pihak tuan dapat kembali aktif dlm blog ini untuk terus menerus memberikan kefahaman ttg Jemaah ini sendiri.
harapan dari semua pihak agar semua jemaah dapat bersatu di atas nama Islam, dan berharap agar pimpinan tabligh turut mengesa ahli untuk belajar menerima bezanya jemaah Islam lain pula…
Maradhatillah
Sdr. Abdul Qadhar Yang dimuliakan Allah swt,
1. Para Ulama yang awal-awal terjun dalam usaha da’wah ini merupakan orang-orang yang hafidz dan juga alim dalam urusan ilmu hadits serta bidang ilmu Al-Islam lainnya. Maulana Ilyas Rah mengetahui juga perihal adanya pandangan kritis terhadap usaha da’wah ini, tetapi beliau tidak memberikan pandangan berimbang terhadap pandangan tersebut. Tentunya bagi beliau, apalagi yang mengangkat kembali usaha da’wah ini wujud, mempunyai pertimbangan-pertimbangannya.
Maulana Yusuf Rah juga mengetahui hal ini, beliau adalah seorang ahli hadist dan kita bisa mendapatkan karya beliau yang berkaitan dengan syarh hadist beliau yang dalam terhadap kitab hadits yang disusun Imam Thahawi Rah. Beliau sebagai orang alim, hafidz, dan juga penanggung jawab, serta juga penulis kitab, tentunya beliau perlu memberikan jawaban terhadap pandangan kritis, maka beliau menulis buku “Hayatush Shahabat”.
Kitab ini merupakan pensarian, terhadap topik-topik yang banyak diperbincangkan kaum muslimin terhadap usaha da’wah, sehinga beliau menjelaskan bahwa jika berkeinginan memahami usaha da’wah ini dengan baik maka hendaknya selalu berhubungan dengan sirah Nabi Muhammad SAW dan para Shahabat RA. Sirah-sirah ini tersebar dalam berbagai kitab, tidak hanya dalam kitab sirah itu sendiri. Bahkan dalam kitab hadist dan tafsir saja terdapat sirah.
Maulana Yusuf Rah mempersilahkan kepada siapapun, termasuk kepada kaum muslimin yang terlibat dalam usaha da’wah dan tabligh sendiri, untuk menggali secara ILMIYYAH yang berkaitan dengan usaha da’wah. Dan kami sangat setuju dan senang, karena itu memberikan kelonggaran berpikir dan tidak menjadikan kaum muslimin yang terlibat sendiri menjadi katak dalam tempurung. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendalami.
Artinya bagi kita sendiri, termasuk kami, perlu banyak memperlajari sirah Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, dan para Shahabat RA. Allah swt dengan tegas dan jelas menjelaskan perihal ini, hanya saja kita kaum muslimin kurang memperhatikan dengan baik.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS Yusuf (2): 111)
Al-quran banyak sekali bercerita sirah, bahkan termasuk dialog yang penting antara Allah swt dengan para malaikat sendiri tercatat dengan baik, termasuk pembangkangan Iblish La’natullah.
2. Sekarang ini sebenarnya telah banyak Ulama yang memberikan pandangan tertulis secara baik terhadap pandangan-pandangan yang tidak tepat, dan terdapat juga Ulama ini dari kalangan Ulama Arab sendiri. Bahkan kami telah mendapatkan beberapa tafsir ayat dari yang disampaikan dengan baik oleh seorang Dr. ahli tafsir, yang berkaitan dengan usaha da’wah ini. Penjelasan seperti ini disertai dengan perjalanan para Shahabat RA sendiri, sehingga beliau tetap mengikuti pola tafsir yang telah banyak ditulis para Ulama sebelumnya.
Tulisan-tulisan ini masih di kalangan masyarakat berbahasa Arab. Sehingga tentunya pertumbuhan ILMIYYAH ini akan terus tumbuh dengan sendiri. Karena sebenarnya sumber-sumber Al-Islam sudah begitu luas dan banyak yang ditulis para Ulama sebelumnya, seperti para Imam Mhadzab, para Imam Hadits, dsb.
Kami sering dinasehati sebelum mengenal usaha da’wah ini untuk selalu belajar Al-Islam. Itulah mungkin yang kami tidak pernah berhenti mencari dan mengkaji, apalagi para Ulama da’wah sering menekankan untuk meningkatkan ‘Jiwa Thalab’. Memang kami sendiri tidak mudah untuk mencari dalil dari sumber-sumber para Ulama yang berkaitan dengan usaha da’wah. Para Ulama da’wah tidak mau memberikan beban atau kesulitan terhadap kaum muslimin, sehingga dibuatlah pola yang sederhana dan setiap lapisan kaum muslimin dapat terlibat dengan baik.
3. Kami bisa bayangkan bagaimana akan sulitnya kaum muslimin, jika para Ulama da’wah ini memberikan dalil-dalil secara detail. Jangan-jangan akan menyulitkan, dan akhirnya tidak produktif bagi kaum muslimin. Dan tentunya orang bijak akan melakukan yang bijak pula. Itulah yang kami senangi dan kagum. Dan kami temukan hal ini dari diri Rasulullah SAW dan para Shahabat RA.
Dan bahkan kami temukan dari kitab-kitab para Ulama dulu, hanya saja kita kurang memperhatikannya. Sebagai contoh saja, Imam Nawawi Rah beliau ini banyak menulis kitab dengan baik. Kitab-kitab itu memperlihatkan tingkatan bagi kaum muslimin sendiri. Apakah semua orang dapat membaca syarh Imam Muslim dan juga Majmu fatwanya? Tetapi beliau menulisan Riyadhush Sholihin, semua orang akan mudah membacanya.
Bagi siapapun, termasuk ahli da’wah, yang mau mendalami dalil-dalilnya yang berkaitan usaha da’wah dan tabligh, maka perlu meniru dengan baik bagaimana para Shahabat RA ataupun para Imam dalam mencari Ilmu. Jangan hanya mau disuapi saja, tetapi carilah ilmu itu. Kita harus meniru seperti Ibnu Abbas Ra ketika mau mendapatkan satu hadist, sampai beliau harus menunggu berjam-jam di rumah shahabat dikarenakan seorang shahabat ini sedang tidur. Atau seperti Imam Muslim, bagaimana beliau mencari ilmu dari berbagai kalangan dan sumber tentunya.
Sehingga kami mengikuti pesan guru-guru kami untuk terus belajar, dan juga para ulama da’wah yaitu untuk meningkatkan ‘Jiwa Thalab’. Dengan begitu kami akan lebih leluasa, karena tentunya para Ulama da’wah, seperti Maulana Ilyas, Maulana Yusuf, dsb, bukanlah ulama yang hanya asal-asalan dalam menetapkan kaidah-pola, tanpa melihat dan mempelajari dari sumber-sumber Ulama sebelumnya. Apalagi keduanya terlahir dari keluarga yang 800 tahun tidak terputus keulamaan di keluarganya. Dan hal ini sangat luar biasa.
4. Kalangan kaum muslimin, apakah itu Ulama, ustadz, ataupun penuntut ilmu, yang banyak memberikan pandangan kritis, bagi kami hal itu merupakan anugrah yang tidak terduga. Di sinilah kami banyak bersyukur. Kenapa? Kalangan kaum muslimin banyak mempelajari, menulis dan mensarikan kitab-kitab secara aktif, tentunya tidak akan lepas dari sumber-sumber para Ulama sebelumnya.
Sudah dijelaskan bahwa para Ulama da’wahpun tidak lepas sumber-sumber Ulama sebelumnya, dan mungkin saja mendapatkan sumber yang sama dan tentunya pasti. Misalkan para Ulama tidak mungkin melepaskan diri dari sumber seperti kitab Imam Bukhari, ataupun Imam Muslim, atau Imam Abu Daud. Sehingga secara automatis akan terangkat berbagai sumber dengan baik.
Mungkin sdr. akan mencari dalil perihal sholat Isyraq (yang biasa dilakukan sekitar jam 6-an), mecari dalil ini tidak mudah. Meskipun Maulana Dzakariya Rah menuliskan dalam kitab fadhilah amal, tetapi beliau hanya mensarikannya. Bisa sdr. bayangkan bagaimana kita mencarinya? Karena kalangan kaum muslimin ini aktif menulis, membaca dan mensarikan kitab para Ulama, maka dengan sendiri akan terbentuk dalam bentuk topik-topik dan index. Sehingga akan lebih mudah. Dan kami temukan penjelasannya dengan baik dari kalangan kaum muslimin yang mungkin masih tidak sreg dengan usaha da’wah.
Atau jika sdr. membaca kitab shohih pilihan yang disusun Syeikh Al-Banni Rah, di bagian pertama hadist di bawah nomor 5. Di bagian itu terdapat keterangan perihal tegaknya Al-islam. Dan wujudnya itu akan masuk ke setiap rumah dan lorong. Kira-kira bagaimana mewujudkannya kalau begitu?
5. Dalam menghadapi perbedaan dengan kaum muslimin lainnya kita perlu saling menghormati, tidak perlu meremehkan, tidak perlu menghina, dan tidak perlu mencibirkannya. Itulah Ikramul Muslimin yang sering disampaikan. Tetapi kita harus mempunyai keteguhan dengan keputusan kita sendiri, bahkan kita perlu dapat menjelaskannya secara ILMIYYAH dan HIKMAH. Sehingga tentunya kaum muslimin yang mempunyai pandangan berbeda pandangan itu akan mendapatkan PANDANGAN BERIMBANG secara ilmiyyah dan hikmah.
Apa yang dipesan salah seorang guru kami (sebelum kami mengikuti usaha da’wah) bahwa banyak sekali perbedaan di kalangan kaum muslimin yang memungkinkan menuju pada perpecahan di kalangan ummat, maka kami dianjurkan mendalami kitabnya perbedaan madzhab yang ditulis Ulama dulu. Dari sisi kami melihat hal itu untuk berpikiran yang luas dan ilmiyyah, dan Maulana Dzakaria Rah menulis hanya dalam satu perkara yaitu wudhu saja sudah perbedaan sampai 60. Kenapa dalam ahli da’wah ditekankan untuk tidak membahas Khilafiyyah, karena tidak mudah untuk membahas itu dan tidak banyak orang yang mampu membahas itu. Kalau salah akan mengakibatkan pertentangan tajam di kalangan kaum muslimin.
6. Kami sama seperti sdr. banyak bertanya terhadap usaha da’wah ini. Tetapi kita harus mempunyai ‘Jiwa Thalab’ untuk mencari, membaca, mensarikan dari sumber-sumber Al-Islam yang telah ditulis para Ulama sebelumnya, dan tentunya kita juga perlu banyak bertemu dengan para Ulama sendiri. Tujuan kita bukan untuk mengajak dalam usaha da’wah dan tabligh, TETAPI untuk mencari ilmu al-Islam yang dapat mengarahkan kehidupan kita mengikuti perintah Allah swt dan Rasulullah SAW.
Tidak ada kesuksesan kecuali mengikuti perintah Allah swt dan Rasulullah SAW. Dan itulah para Shahabat RA telah membuktikannya. Maka Maulana Yusuf Rah menjelaskan untuk memahami usaha da’wah ini untuk mempelajari sirah Nabi Muhammad SAW dan para Shahabat RA, karena beliau-beliau ini yang sudah sukses dan dijamin kesuksesannya. Orang bijak dan berpikiran jauh tentunya akan memilih jalur dari orang-orang yang sukses sebelumnya.
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS Ali-Imran (3):31-32)
7. Insya Allah, kami akan berbagi sesuai dengan kemampuan yang kami miliki. Jika ada yang keliru, maka tegurlah kami. Jika ada yang baik, ambilah dan pelajari kembali. Yang benar itu dari Allah swt, dan yang keliru itu dari kelemahan dan kekurangan kami. Kami tidak mempunyai kemampuan memberikan kepahaman, hanya Allah swt yang memberikan kepahaman terhadap usaha da’wah ini. Dan kami masih jauh dan masih banyak belajar dengan usaha da’wah ini. Terimakasih.
Beberapa pelajaran bagi para da’i dan kaum muslimin
Sdr. dan Teman-Teman,
Kami dan juga kawan-kawan sekalian sangat berkeinginan ummat ini menjadi baik dan terus mengalami proses pertumbuhan menuju yang terbaik. Insya Allah, keadaan itu dapat terjadi dengan ijin Allah swt. Ada beberapa point yang perlu diperhatikan bersama, agar proses pertumbuhan akan menuju pada tingkatan yang diharapkan bersama untuk ummat Islam kita ini.
1. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, apapun bentuknya, apakah itu tulisan, ucapan, ajakan langsung dsb, tetaplah untuk selalu berniat memperbaiki diri dan mengikuti amal-amal Al-Islam yang disampaikan tersebut.
2. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, apapun bentuknya, maka tetap menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan tidak merendahkan, tidak meremehkan, bahkan tidak membuka aib dari kekurangan kaum muslimin sdr. kita yang lain.
3. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, terutama kalangan pemuda dan pemudi Islam, tetaplah berbaik sangka kepada Ulama-Ulama dan tidak meremehkan dan merendahkan, meskipun berbeda pandangan dengan kita sendiri dalam satu perkara.
4. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, terutama kalangan pemuda dan pemudi Islam, tetap berhubungan dengan Ulama untuk menuntut Ilmu dengan baik dan teratur; dan hormatilah guru-guru kita dengan baik.
5. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, tetaplah mengikuti majelis-majelis orang-orang sholeh dengan baik dan teratur. Kita perlu terbiasa berhubungan dengan orang-orang sholeh.
Insya Allah, ada jalan untuk kebaikan kaum muslimin.
Kami dan juga kawan-kawan sekalian sangat berkeinginan ummat ini menjadi baik dan terus mengalami proses pertumbuhan menuju yang terbaik. Insya Allah, keadaan itu dapat terjadi dengan ijin Allah swt. Ada beberapa point yang perlu diperhatikan bersama, agar proses pertumbuhan akan menuju pada tingkatan yang diharapkan bersama untuk ummat Islam kita ini.
1. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, apapun bentuknya, apakah itu tulisan, ucapan, ajakan langsung dsb, tetaplah untuk selalu berniat memperbaiki diri dan mengikuti amal-amal Al-Islam yang disampaikan tersebut.
2. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, apapun bentuknya, maka tetap menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan tidak merendahkan, tidak meremehkan, bahkan tidak membuka aib dari kekurangan kaum muslimin sdr. kita yang lain.
3. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, terutama kalangan pemuda dan pemudi Islam, tetaplah berbaik sangka kepada Ulama-Ulama dan tidak meremehkan dan merendahkan, meskipun berbeda pandangan dengan kita sendiri dalam satu perkara.
4. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, terutama kalangan pemuda dan pemudi Islam, tetap berhubungan dengan Ulama untuk menuntut Ilmu dengan baik dan teratur; dan hormatilah guru-guru kita dengan baik.
5. Kaum muslimin yang telah terjun dalam lapangan da’wah, tetaplah mengikuti majelis-majelis orang-orang sholeh dengan baik dan teratur. Kita perlu terbiasa berhubungan dengan orang-orang sholeh.
Insya Allah, ada jalan untuk kebaikan kaum muslimin.
Kenapa pusat da’wah di India, tidak di Arab?
Ini merupakan pertanyaan yang disampaikan, dan kami mencuba berbagi pandangan dengan sdr. sekalian.
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Mari kita ungkap lebih dalam perihal pertanyaan ini, dan kita jangan termasuk seperti bani Israil yang menanyakan kenapa Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman itu terlahir dari Arab tidak dari bani Israil. Pertanyaan ini terlontar sangat wajar karena banyak Nabi lahir di kalangan bani israil, dan memang dari turunan Nabi Ishak As ini sangat banyak Nabi. Sedangkan dari Nabi Ismail As hanya satu Nabi saja, yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman.
Ummat Islam ini bukan hanya berada di arab, tetapi sudah sangat tersebar ke berbagai negara. Semua sejarah mencatat dengan baik perihal da’wah Abi Waqash RA sampai ke negera Cina. Atau kisah-kisah lainnya. Kita bisa bayangkan dengan pikiran yang normal, tanpa ada pesawat atau kendaran yang sangat hebat saat itu, tetapi kaum muslimin telah menembus negara-negara untuk menyampaikan agama Islam yang mulia ini. Jika kita perhatikan daratan yang ditempuh, gunung yang tinggi dan suhu yang dingin, tetapi mereka terus bergerak ke negara-negara jauh. Kira-kira SEMANGAT APA yang menjadikan mereka berani meninggal tanah air dengan waktu yang sangat panjang itu. Hal ini bisa terjadi karena FIKIR yang menghujam ke dalam diri mereka seperti mana FIKIR NABI untuk menyebarkan Islam ke seluruh daerah dan tempat. Apa FIKIR NABI itu? Allah swt dengan jelas dan lugas menjelaskan pikir dan kerisauan beliau itu dalam ayat Al-quran sendiri.
Perhatikan dengan ayat At-Taubah terakhir 128-129:
“sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (At-Taubah: 128-129).
Para Shahabat RA dan juga para Ulama dulu sangat memahami perihal risau ini, mereka ini menyelami kisah Nabi bagaimana ke thaif, mereka ini menyelami kisah Nabi ketika mengajak kaumnya sendiri di mekkah, mereka ini menyelami bagaimana hijrah Nabi ke Madinah, bagaimana keluarganya sendiri ada yang menghina dan mau merencanakan membunuhnya. PADAHAL apa yang diinginkan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, yang mulia ini. Sebuah keselamatan dan keimananan bagi ummat manusia. Nabi kita bukan mau harta yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Jadi para Shahabat dan juga para Ulama berani untuk berpergian yang jauh untuk menyebarkan Islam ini dengan harta dan jiwa mereka sendiri. Silahkan pelajari kisah-kisah penyebaran Islam ke Indonesia, dan terutama dengan kehadirannya orang-orang Arab di Indonesia. Kalangan Arab ini sangat berperan dalam penyebaran Islam, dan menurut sejarah banyak dari kalangan Hadramaut yang ke Indonesia.
Kemajuan kaum muslimin di jaman Rasulullah SAW dan para Shahabat RA yang signifikan yaitu setelah ditetapkannya tempat berhimpun dan menjalankan aktifitas ijtimaiyyah kaum muslimin, Masjid. Masjid ini yang menjadi titik central Utama di jaman itu. Bahkan banyak penjelasan tolok-ukur kaum muslimin dapat dilihat dari kedatangannya ke masjid. Dan banyak ayat dan juga hadist yang menjelaskan keutamaan terhadap masjid ini. Jika Allah swt dan juga Nabi kita menekankan perkara masjid, maka tentunya masjid ini mempunyai peran sangat penting bagi kehidupan kaum muslimin dari masa ke masa. Kita dapat mempelajari perihal keutamaan masjid dalam kitab yang ditulis para Ulama.
Sehingga siapapun di dunia ini yang dapat menjalankan aktifitas-aktifitas masjid itu dengan baik seperti mana yang terjadi di jaman Rasulullah SAW dan para Shahabat RA. Dan terutama dengan aktifitas da’wah Islam, karena da’wah Islam ini mempunyai dampak perubahan dari ketidaktaatan menjadi ketaatan itu sendiri. Kita kaum muslimin sangat dianjurkan untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar. Dari jelas da’wah itu merupakan aktifitas untuk melakukan perubahan dari yang tidak diridhoi menjadi yang diridhoi Allah swt. Sehingga jika da’wah ini dijalankan di masjid, maka dengan sendirinya pesan dan kesan masjid itu akan masuk ke dalam rumah-rumah kaum muslimin. Dan da’wah ini tidak mungkin dijalankan kecuali dengan ijtimaiyyah jika dilakukan di masjid kita.
Ada satu ayat yang sebenarnya cukup penting dipelajari dengan baik, bagi kaum muslimin yang menjalankan aktifitas da’wah ini, yaitu Ali-Imran:104. Dalam ayat ini terdapat kata “waltakum minkum ..”, terdapat dua penjelasan terhadap ayat ini oleh kalangan Ulama yaitu “Membentuk sebagian dari kaum muslimin ….” Dan “Membentuk Ummat Islam sebagai Ummat Da’wah ..”. Tetapi keduanya pada prinsipnya adalah sama untuk mendorong aktifitas da’wah itu sendiri. Yang namanya “membentuk ..” tentunya mencetak atau menjadikan seseorang untuk terjun dalam da’wah. Jika dilakukan di masjid, maka secara kemestian perlu dilakukan tertibnya atau metodanya dengan baik. Dalam hal ini kita sendiri dapat menyusun metodanya sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, tetapi bukan berarti kita harus berpegang terus dengan prosedur kita jika ada yang membawa metoda yang lebih mudah dan menyeluruh.
Masjid Nabawi di Arab belum menjadikan sebagai pusat da’wah, tetapi masih dijadikan sebagai pusat pengajaran dan pendidikan (ta’lim) Islam. Karena tentunya para Ulama sendiri sangat memahami apa pengaruh (efek) dari da’wah itu sendiri. Da’wah itu akan memberikan perubahan ke setiap lingkungan masyarakat, dan tentunya akan memberikan dampak orang-orang untuk berdatangan ke masjid itu sendiri dengan sukarela. Kaum muslimin sekarang juga datang ke masjid Nabawi, itupun sebenarnya karena pengaruh da’wah (ajakan) meskipun caranya mungkin dari kata-kata ringan. Sehingga banyak juga kaum muslimin akhirnya untuk belajar di masjid Nabawi. Tetapi jika menjadikan pusat da’wah, maka akhirnya akan disebarkan ke berbagai negeri untuk menyebarkan Islam. Dan nantinya secara automatis akan banyak orang datang ke masjid Nabawi ini, dan seterusnya kembali menyebarkan Islam. Dan akhirnya menggerakan semua aktifitas lainnya, seperti ta’lim, ibadah dan juga khidmat atau muamalat.
Waktunya akan datang, para Ulama di arab sendiri terutama yang mendukung usaha da’wah dan tabligh seperti Syeikh Abu Bakar Al-Jazairi juga sangat paham ini, tetapi perlu mempertimbangkan dengan hikmah dan dalam. Oleh karena itu beliau sendiri hanya menjelaskan ketika ditanya perihal usaha da’wah di masjid itu, bahwa usaha da’wah ini merupakan mutiara di akhir jaman. Jadi pengaruh da’wah dan ta’im sangat berbeda hasilnya. Waktunya akan datang dengan sendirinya, ketika sudah siap semuanya. Jika tidak, maka akan sangat mudah dihancurkan da’wah ini oleh musuh-musuh Islam itu sendiri. Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa perihal perahu merupakan pelajaran terpenting bagi kalangan ahli da’wah, agar semuanya berjalan dengan sederhana dan senyap, tetapi semuanya berjalan dengan jelas dan pasti. Pelajaran
Dan Maulana Ilyas Rah memulai dari masjid yang sangat sederhana di daerah Nizamuddin, dan sekarang tersebar ke seluruh dunia bahkan tembus negara-negara Eropa, Amerika dsb. Bahkan beberapa tahun yang silam kaum muslimin Inggris sangat berkeinginan membangun masjid markaz ini menjadi masjid yang indah dan besar, dan hal ini disampaikan kepada maulana Inamul Hasan Rah, tidak dapat diiizinkan oleh beliau. Dan bahkan beliau mendorong untuk membangun masjid besar dan megah di Inggris sendiri, dan hari ini menjadi perbincangan di Inggris akan menjadi masjid terbesar di Eropa yang dibangun kalangan da’wah dan tabligh. Dorongan Maulana Inamul Hasan Rah itu sekitar 15 tahun yang lalu.
Kita boleh berkeinginan dan merencanakan. Tetapi juga kita harus menyaqini bahwa Allah swt sendiri mempunyai rencana. Maulana Ilyas Rah hanya sebagai asbab saja untuk kaum muslimin, tetapi sebenarnya semua tertib itu telah tertulis dengan baik oleh para ulama dulu. Dan beliau ini hanya perangkai dari sumber-sumber itu yang saling berkaitan untuk menjadi sebuah model metoda da’wah dan tabligh, dan sekarang ijtihad itu telah banyak memberikan kesan dan pesan ke seluruh dunia, termasuk di kalangan arab sendiri termasuk para Ulama. Dan jika banyak mempelajari siapa Maulana Ilyas dan keluarganya. Kita akan mengetahui bahwa mereka juga merupakan turunan dari kalangan para Shahabat RA.
Monday, October 19, 2009
kopi dan mimi?
Thursday, October 15, 2009
Sunday, October 11, 2009
sekitar pemandangan bandar saharanpur,uttar pradesh,india..
inilah pemandangan sekitar bandar saharanpur,yang terletak di daerah uttar pradesh,india..
disertakan juga gambar di dalam madrasah mzahirul uloom dan deoband darul uloom yang melahirkan banyak para ulama:
antara lepasan dari madrasah ini ialah:
maulana muhammad ilyas rah.
maulana muhammad zakaria rah.
Sheikh Ahmad Gangohi rah.
maulana ashraf ali thanvi rah.
maulana muhammad yusuf rah.
maulana ihnamul hassan rah.
sheikh abu hassan an-nadwi rah.
dan banyak lagi..kalau ada kesempatan,saya syorkan anda pergi melawat ke sana..mcam2 pengalaman menanti anda..
muhammad_efendie
Friday, October 9, 2009
tidak berapa sihat..
hukum beramal dengan hadith dho`if..
Pendapat Pertama :
Tidak dibenarkan beramal dengan hadith dacif samada hadith tersebut berstatus lemah yang sederhana secara mutlak dalam urusan hukum syariat dan yang selain daripada element tersebut. Ulama yang berpendapat sedemikian adalah seperti al-imam Yahya bin Macīn, Abu Bakr bin al-cArabī, Ibn Hazam al-Zahirī dan lain-lain lagi. Dr Muhammad Abu al-Laith al-Khair Ābadī menambah dalam bukunya cUlum al-Hadīth Asīluha wa Mucāsiruha menambah ulama masa kini yang berpegang dengan pegagan sedemikian ialah al-Syeikh Ahmad Muhammad Syakir dan al-Syeikh Muhammad Nasir al-Dīn al-Albanī.
Pendapat Kedua :
Boleh beramal dengan hadith dacif secara mutlak iaitu dalam urusan hukum-hukum syariat, fadail al-acamal dan al-manākib (sifat-sifat baik) sekiranya hadith dacif tersebut tidak terlalu lemah. Ulama yang berpegang dengan ijtihad ini ialah al-imam Ahmad, Abī Daud al-Sajastānī, al-imam Abī Hanifah, al-imam Malik dan sebilangan ulama yang lain. al-imam Ahmad berkata
“hadith dacif lebih aku suka berbanding dengan pendapat ulama.”
Sesungguhnya al-imam Abū Hanifah dan setengah ulama lain mengutamakan sebilangan besar hadith dacif daripada qias.
Pendapat Ketiga ;
Boleh beramal dengan hadith dacif hanya dalam urusan fadāil (kelebihan-kelebihan amal), al-manakib, al-taghrib wa al-tarhib (galakan kepada amalan dan ancaman meninggalkan amalan) sahaja dan tidak boleh beramal dengannya dalam urusan halal dan haram terutamanya urusan aqidah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama terhadap hadith dacif dengan tambahan syarat seperti berikut ;
i- Hadith dacif itu tidak terlalu lemah kedacifannya. Rentetan daripada itu, hadith al-mucallaq, al-mursal, al-mucdal, al-munqatic, al-mudallas, al-mursal al-khafī dan begitu juga hadith al-mukhtalit, al-mutalaqqin, al-majhul dan al-mubham boleh diterima di dalam perbahasan kelebihan amalan. Ini kerana kelemahannya sederhana dan tidak terlalu melampau serta boleh dikuatkan atau boleh dinaik taraf kepada hasan li ghairih jika terdapat sanad lain yang seumpama dengannya atau lebih baik martabatnya daripada kedudukannya yang asal.
Adapun hadith yang diriwayatkan daripada perawi yang kazzab (pendusta) atau dituduh sebagai pendusta atau pelaku bidcah atau sering kali melakukan kesilapan maka tidak boleh diterima walaupun dalam urusan kelebihan amalan lebih-lebih lagi dalam urusan syariat atau perundangan Islam.
ii- Hadith dacif hendaklah berkisar tentang kelebihan amalan atau balasan amalan jahat, galakan umat Islam mengamalkan ajaran agama atau larangan dan tegahan daripada melakukan perkara yang dilarang Allah S.W.T. dengan syarat perkara tersebut merangkumi atau termasuk di dalam syariat atau dalam erti kata lain hukum beramal dengan amalan tersebut thabit dan nyata daripada al-Quran atau hadith-hadith yang boleh diterima, seperti berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghubungkan tali persaudaraan dan lain-lain lagi.
Hikmah daripada perkara di atas adalah mengambil pengajaran daripada al-taghrib dan al-tarhib di mana ianya menjadi perangsang dan pemangkin ketekunan dalam perkara yang terpuji dan penghalang daripada melakukan perkara yang tercela. Ibn Hajar al-Haithimi al-Makki berkata
“ Para ulama telah bersepakat harus beramal dengan hadith dacif dalam urusan kelebihan amalan kerana sekiranya hadith itu sahih (yang pada asalnya lemah tetapi terangkat martabatnya menjadi hasan li ghairih) maka diberikan hak dalam beramal dengan amalan tersebut dan sekiranya tidak maka ianya tidak termasuk atau terangkum dalam amalan yang haram dan tidak hilang hak dalam beramal dengan hadith tersebut.”
Adapun hadith al-taghrib (galakan beramal) dan al-tarhib (larangan ) yang tidak terdapat di dalam al-Quran dan hadith samada secara terperinci atau tidak terperinci seperti beribadat dengan berdiri mengadap pancaran sinar matahari, ibadah dengan senyum tanpa berkata apa-apa dan lain-lain lagi maka al-taghrib dan al-tarhib seumpama ini tidak dibenarkan kerana tidak terdapat nas dan dalil daripada sumber syarac.
iii. Hadith dacif tersebut tidak memperincikan dan menghadkan apa yang telah thabit dan nyata kesahihannya daripada al-Quran dan al-hadith. Ini kerana penambahan daripada apa yang telah ditetapkan oleh syara’ merupakan amalan bidcah dan penambahan yang sesat. Al-Syatibī berkata terdapat hadith dacif yang diriwayatkan mengenai kelebihan sesuatu amalan yang perlu dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dan tindakan-tindakan tertentu seperti solat al-Raghāib iaitu solat yang dilaksanakan pada awal malam Jumaat dari bulan Rejab sebanyak 12 rakaat di antara Maghrib dan Isyak. Hendaklah setiap kali dua rakaat diselangi dengan basmalah, setiap rakaat dikehendaki membaca surah al-Fatihah dan surah al-Qadar tiga kali. Adapun pada hari ke 15 bulan Rejab dikehendaki mengerjakannya sebanyak 100 rakaat. Amalan sebegini adalah tertolak kerana tidak ada nas yang memerintahkannya.
iv. al-cIz bin cAbd al-Salam menambah syarat beramal dengan hadith dacif ialah hadith dacif tersebut tidak masyhur di kalangan orang ramai supaya tidak menyebabkan manusia beramal dengan hadith dacif tersebut yang membawa kepada salah sangka bahawa perkara tersebut adalah amalan yang disyariatkan tetapi sebenarnya tidak disyariatkan. Seperti mana yang berlaku di negara India, hadith “Siapa yang memberi sedeqah kepada ahli keluarganya pada hari cAsyura maka Allah S.W.T. akan melapangkan kehidupannya selama setahun” Perkara ini menyebabkan segelintir masyarakat India mengadakan kenduri secara besar-besaran sedangkan hadith ini dacif keseluruhan jalan periwayatannya, sebahagiannya dacif yang keterlaluan dan sebahagian yang lain lemah yang sederhana.
v. Ibn Daqīq al-cAid menambah syarat yang lain iaitu pengamal hadith dacif tidak boleh terlalu yakin bahawa hadith itu adalah hadith sahih tetapi hendaklah menganggap kemungkinan hadith tersebut berstatus sahih supaya tidak menisbahkan apa yang bukan daripada Rasulullah s.a.w.
vi. Hendaklah hadith dacif tersebut tidak bercanggah dengan dalil lain yang lebih kuat daripadanya. Ini kerana pada ketika itu wajib kita beramal dengan hadith yang lebih kuat kesahihannya bukan hadith daif.
muhammad_efendie
5 langkah jalan persaudaraan yang sebenar didalam berkhidmat pada agama.
Terdapat 5 langkah-langkah yang perlu kita ikuti bila kita hendak mencari jalan persaudaraan yang sebenar didalam berkhidmat pada agama.
1. kita berzikir dan berdoa untuk saudara kita setiap hari.
2. Kita meluangkan masa untuk berkhidmat pada saudara kita,diluar dari kelas,masa belajar dan masa-masa yang sesuai.
3.Tidak tidur pada malam hari dengan sesuatu di dalam hati,yang menentang/berdendam pada saudara kita.lupakan apa yang telah berlaku,dan maafkan mereka,samada kita adalah betul ataupun salah.
4.Elakkan bercakap tentang sesuatu yang tidak baik tentang saudara kita.
5.Tidak membezakan tentang menilai seseorang dari sudut yang kita tidak melihatnya dan sudut yang kita dapat lihat dengan jelas.
muhammad_efendie
Monday, September 21, 2009
Monday, September 7, 2009
gambar yang mungkin boleh `describe` tabiat berbuka puasa di m`sia
Alangkah untungnya kita berbuka puasa..penuh dngn juadah..malah ada yang sampai berlebih-lebihan dan tidak habis..maka ia diberi pada orang ataupun jalan terakhir..pelupusan..mungkin kita org islam di m`sia patutbelajar berjimat cermat di dlam berbuka puasa..klau di negara2 islam yang lain khusunya di afrika..ramai yang x cukup makan..malah berebut-rebut..syukurlah kita dengan cara berjimat-cermat..tetapi digalakan kita memberi makan pada berbuka puasa..tetapi biarlah bersederhana sesuai dengan fitrah islam itu sendiri..sederhana...elakkan pembaziran..
Saturday, September 5, 2009
Menyeru manusia pada Allah (Da`wah)
Assalamualaikum w.b.t
Alhamdulillah hi Rabiil A`lamin,Wassolata mu ala Rasulillah Hi Ajmain..
Cara yang paling terbaik untuk mendapat kedudukan yang terbaik di dalam “Menyeru manusia pada Allah” ialah kita tidak menghadkan atau menentukan masa yang tertentu untuk perkara ini.dengan mengatakan “sekarang saya akan memulakan membuat da`wah” ataupun “sekarang saya akan berhenti dari membuat da`wah.”Meyeru manusia pada Allah bermula bilamana kita menyebut,” tiada Tuhan selain Allah,dan Muhammad itu utusan Allah.” Meyeru manusia pada Allah berakhir apabila roh telah meninggalkan jasad.Dengan lebih terperinci lagi,asas untuk berda`wah ialah dari pertama kali kita menyebut syahadah sehinggalah kali terakhir kita menyebutnya.Apa yang berebza ialah dimana kita akan Nampak perbezaan di dalam tanggungjawab dan cara yang digunakan di dalam setiap fasa yang kita akan lalui di dalam hidup.
Pada fasa yang kita berada sekarang,( di dalam proses mencari ilmu pengetahuan,bertindak berdasarkan ilmu pengetahuan yang kita belajar dan membawa ilmu itu dengan akhlak dan belajar beramal dengannya) ialah da`wah. Tidak walau satu minggu sekalipun kita harus terlepas dari merayu tangis pada Allah,walau pada waktu siang ataupun malam,denga berharap supaya Allah menyatukan umat islam yang akan menjadi,insyaAllah dan Allah memberi hidayah dan panduan supaya kita kembali pada jalan yang terbaik.kita mestilah mendirikan di kalangan kita cara yang terbaik untuk berbincang dan memberi pendapat dan nasihat.Kita mestilah melatih diri kita supaya kita tidak merasakan untuk memberi pendapat dan nasihat dikalangan saudara-saudara seislam kita dengan berhikmah dan kasih sayang merupakan satu beban yang amat berat,bilamana mereka memerlukan pendapat dan nasihat serta petunjuk.Kita juga mestilah melatih diri kita supaya dapat menerima pendapat dan nasihat dari orang lain dengan tidak ada perasaan terasa hati atau matah,walau pun kita bersalah.Demi Allah,jikalau kita merasa sukar untuk memberi pendapat dan nasihat dan menerima pendapat dan nasihat dari orang lain ialah satu tanda bahawa adanya rasa tidak ikhlas di dalam kita mencari ilmu pengetahuan dan mendekatkan diri pada Allah.
Kita mesti memyediakan setiap jenis orang di sekeliling kita berdasarkan pada da`wah,tidak mengira latar belakang dan pekerjaan,samada seorang penjual di pasar,pemandu teksi di jalan-jalan,pembersih bangunan atau orang yang duduk di sebelah kita masa di masjid.Perhatian kita pada mengajak mereka pada Allah mestilah besar dari kehendak kita untuk mengambil apa-apa munafaat dari mereka.Jadi,bila tiba masa kita balik semula pada Negara kita,atau kita pergi berda`wah pada orang-orang tempatan (habib memaksudkan orang tempatan di kampung,contohnya seperti di yaman)maksud dan cara perlaksanaan da`wah,peluang kita akan menjadi luas untuk melakukannya.Walaubagaimanapun,pada mereka yang tidak lagi menjadi orang Menyeru manusia pada Allah pada fasa ini tdak akan menjadi penyeru manusia pada Allah yang benar pada fasa seterusnya.Apabila hati kita berkata untuk menangguhkan kepentingan pada da`wah sekarang,maka hati kita kosong dari hakikat pada da`wah pada perkara utama.Hakikat da`wah ialah satu perkara yang ada dalam hati setiap orang islam,dan perkara penting ini perlu ada pada hati kita,dan tindakan untuk hati tidak boleh ditangguhkan.
Adalah menjadi sepatutnya untuk kita menangguhkan pembelian sehelai pakaian,atau membaca buku,atau menangguhkan makan tengahari hingga waktu makan malam,dan untuk menangguhkan solat zuhur hingga ke waktu asar (bagi musafir).Hakikat pada zahir kita yakni di dunia ini(seperti membeli dan berjual)dan akhirat (seperti solat) boleh ditangguhkan di dalam keadaan tertentu.Walaubagaimanapun,tindakan untuk hati kita,di mana untuk perkara keduniaan mahupun akhirat tidak boleh ditangguhkan.Adalah tidak mungkin dimana seseorang mencintai seseorang berkata,”saya akan menangguhkan cinta saya untuk kamu.”seperti juga da`wah,ia juga perkara dalaman yang penting,dan ia adalah tindakan kepada hati kita.Apabila kita mampu untuk menangguhkan perkara yang penting ini,maka kita bukan orang yang sebenar dalam da`wah,dan kita hanya ada zahir bentuk da`ie(orang yang Menyeru pada Allah)
Hampir kebanyakan di masa keabangkitan bangsa Arab(sebelum zaman permulaan islam),apabila seseorang meninggal dunia,wanita-wanita di dalam rumah itu akan kita dengari tangisan,kesedihan dan kemurungan.Apabila wanita-wanita yang ada di dalam rumah berada di dalam jumlah yang kecil,wanita-wanita wanita-wanita yang ada di dalam rumah berada di dalam jumlah yang kecil,wanita-wanita yang lain akan diupah untuk bersama-sama mereka di dalam tangisan dan kesedihan itu(di dalam bahasa arab, nawwahah).Pada suatu masa,3 wanita telah diupah dan dobawah kepada rumah si mati.Dan apabila sampai di sana,mereka akan mulai menangis,kesedihan dan kemurungan,dan orang di dalam rumah itu akan berpesan pada mereka untuk menangguhkan tangisan mereka sehinggalah proses pengebumian melepasi dari rumah mereka.Jadi,apabila proses pengebumian melalui selepas rumah mereka,mereka disuruh untuk memulakannya.Mereka mampu melakukannya kerana mereka telah diupah,tetapi ibu kepada orangyang telah meninggal dunia itu tidak pernah disuruh utnuk menangguhkan tangisan dan kesedihannya,kerana saat sedih pada mana anaknya itu meninggal dunia.Ini adalah mengapa bangsa arab pernah berkata,”orang yang diupah untuk menangis dan bersedih tidak sama dengan orang yang menangis sebenar kerana kematian orang terdekatnya.Begitu juga dengan orang yang menyeru pada Allah mestilah begitu juga,dan patut kita menangis untuk agama lebih lagi dari seorang ibu yang meratapi kematian anaknya.Dengan tidak ada perasaan seperti ini,kita tidak akan menjadi da`ie yang sebenar.
Pada masyarakat arab (di timur tengah) dan komuniti islam di Negara-negara barat,ia tidak kurang dengan orang yang boleh member ceramah,ucapan,tazkirah dan nasihat.Di setiap masjid kita akan dapati orang-orang yang boleh memberi tazkirah,khutbah dan ceramah umum,tetapi hasilnya tidak mencapai matlamat seperti yang kita kehendaki. masih dalam persoalan kenapa Masyarakat tidak berubah setelah mendengar tazkirah dan ceramah umum.Ini adalah kerana hampir kebanyakan ucapan-ucapan seperti ini adalah seperti “nawwahah”(mengupah wanita untuk menangis),dan sangat-sangat sedikit malah jarang orang islam yang boleh berucap sperti ibu yang meratapi kematian anaknya.Kesimpulannya,janganlah kita menangguhkan da`wah dalam diri kita.Tapi ini tidaklah bermaksud bahawa kita harus meninggalkan usaha perkara di dalam mencari ilmu agama.Malah,kita mestilah memahami dan membuat bahawa usaha di dalam mencari ilmu agama juga ialah bahagian dalam da`wah.
Petikan ucapan ini ialah kemaskini yang telah diberi oleh Habib Ali Al-Jifir kepada pelajar-pelajar dari barat di Bandar tarim(terletak di lembah hadramaut,yaman.ucapan yang asal telah diberi pada 10 hari terakhir ramadhan pada 2004.
dipetik dari laman web Al-Habib Ali Al-Jifri,http://www.alhabibali.com/en/
hamba fakir kepada Allah yang Maha Kaya,
Muhammmad_Efendie.
Sunday, August 23, 2009
ramadhan yang dinanti-nanti..
Alhamdulillah,bertemu juga ku dengan ramadhan kali ini,yang juga buat kali pertama aku alami dalam hidup sebagai pelajar ijazah.Cabaran-demi cabaran datang,ada ku mampu harunginya,ada yang tidak..lemahnya hambaMu ini ya Allah..rambut ku potong dan ku kemaskan agar sama rambutku dengan zahir rambut Nabi S.A.W..dan Alhamdulillah aku mula bertadarus sejak malam 1st lagi..tetapi dengan cara yg baru diketahui betulnya setelah mendengar khutbah jumaat khas sempena ramadhan mengenai tadarus Quran yang ku haidri di surau An-Nutr,seksyen 1,bndar baru bangi.iaitu TARGET tadarus bukan untuk mengkhatamkan Quran,Kalau mampu,tetapi apa yg lebih penting,setelah membaca bebrapa helaian quran atau surah,setelah selesai membacanya,ku baca pula terjemahan di dalam bahasa melayu agar maksud kalimah yang suci itu dapat ku ketahui dan apa sebenarnya kehendak Allah dalam ayat tersebut pada manusia..dan kuselangi juga dengan kitab-kitab hadith yang menjadi sampingan setiap hari.seperti talemuddin,syarah muwatta imam malik ,fadhail amal dan lain2..ku mengaharap ramadhan ini membawa pertambahan iman dan amal,serta pemulihan sikap..amiin..
Thursday, July 30, 2009
petikan ucapan dari kata-kata Bhai Haji Abdul Wahab,orang lama di dalam usaha Da`wah
Mere bhaiyyo doshtrou goruzgo,
Dalam setiap keadaan bagaimana kafiat Nabi S.A.W iaitu pemikiran,kerisauan dan kebimbangan yang ada pada Nabi S.A.W ada pada kita.Kita perlu berdoa kepada Allah S.W.T supaya bagaimana kafiat Nabi S.A.W zahir dan batin ada pada diri kita.Begitu juga kafiat yang ada pada diri Nabi yang tidak menyukai sesuatu amalan juga perlu ada pada diri kita.
Seterusnya kita meminta ampun kepada Allah S.W.T atas kelalaian kita kerana kerisauan,kebimbangan yang ada pada diri Nabi tidak ada pada diri kita.Kita perlu memohon ampun bagi seluruh umat ini kerana kerisauan dan kebimbangan Nabi tidak ada pada mereka.
Mere bhaiyyo doshtrou goruzgo,
Seterusnya kita perlu berdoa,”ya Allah,Sepatutnya kami sentiasa tawajjuh(berharap)
kepada-Mu yang perkara itu belum ada pada diri kami Engkau ampunkan kami ya Allah,perkara ini tidak akan kami dapat hasilkan tanapa anugerah daripada-Mu,ya Allah,
amal-amal yang Engkau cintai dimana dengan amal itu kami semakin dekat denganMu.
Amal-amal itu sedikit pun kami tidak dapat melaksanakan.”
Sebanyak mana kita mengamalkan perintah Allah S.W.T dengan cara Nabi S.A.W,
maka semakin dekatlah kita kepada Allah S.W.T.Apabila kita melaksanakan perintah di dalam keseluruhan agama dengan cara Muhammad S.A.W,maka kita akan kekal dalam hidayat dan Allah S.W.T akan menyebarkan hidayat itu am kepada seluruh alam.
Mere bhaiyyo doshtrou goruzgo,
Maulana Muhammad Ilyas Rah. Pernah memberitahu kepada saya(Haji Abdul Wahab),
sebelum kamu solat,hendaklah kamu berselawat kepada Nabi S.A.W,seterusnya kita berdoa,”ya Allah,Atas maksud apa Nabi S.A.W dihantar ke dunia,maka maksud itu juga berilah kepada kami,ya Allah,berilah makam kenabian Nabi kepada diri saya.Ya Allah,perasaan apa yang ada pada diri Nabi berilah kepada kami.Ya Allah,jadikan kami perantaraan Engkau hidupkan agama sebagaimana Engkau hidupkan agama pada zaman Nabi dan Sahabat.”
Kita perlu mengajak seluruh umat ini atas satu kerja yang mulia iaitu,kerja suci murni Nabi S.A.W.Kita perlu berusaha lagi dan lagi di mana sahaja kita berada kita perlu membuat usaha kenabian Nabi.
Mere bhaiyyo doshtrou goruzgo,
Wanita-wanita pada zaman Nabi S.A.W begitu tinggi semangatnya seperti sahabat R.Anhum.Kita juga perlu mengetahui pada setiap saat apa kehendak Allah S.W.T dalam menjalani kehidupan ini bukam mengikut kehendak nafsu kita tetapi bagaimana setiap masa dan keadaan kita sentiasa mentaati perintah Allah S.W.T.Untuk itu kita pelru berkorban seperti sahabt R.Anhum atau kita sentiasa bersedia unutk mengorbankan diri,masa dan harta emngajak umat membuat pengorbanan diri dan harta keluar di jalan
Allah S.W.T.Sahabat R.Anhum telah membuat pengorbanan yang begitu tinggi sehingga pengorbanan mereka disukai Allah S.W.T dan Allah S.W.T jadikan sebagai asbab hidayat kepada seluruh alam sehingga agama sampai dalam diri kita pada hari ini.
Kita perlu memohon selalu kepada Allah S.W.T dan jangan sekali-sekala berdoa sahaja tetapi perlu berterusan berdoa kepadaNya.Hari ini saya (Haji Abdul Wahab) mendapati kita hanya berdoa sekali-sekala sahaaja sedangkan perkara yang kita doakan adalah perkara yang sangat besar iaitu hidayah.Kita perlu berdoa lagi dan lagi serta membuat usaha lagi dan lagi sehingga Allah S.W.T mengasihani kita,menerima kita dan
Membuka jalan kepada kita.Dengan ini,Allah S.W.T akan memberi nur kepada kita dimana nur itu tidak akan padam lagi.
Akal dan nafsu kita perlu tundukkan mengikut cara Nabi S.A.W.Seterusnya kita perlu sentiasa tawajjuh kepada Allah S.W.T dengan membayangkan Allah S.W.T melihat,
Mendengar kata-kata,dan sentiasa memerhatikan kita.Seorang murid apabila duduk di hadapan ustaznya akan duduk dengan tertib dan tawadhuk.Oleh itu,setiap masa kita perlu bayangkan kita berada dihadapan Allah S.W.T.
-petikan ucapan dari kata-kata Bhai Haji Abdul Wahab,orang lama di dalam usaha Da`wah,yang mula memberi masa untuk agama sejak dari tahun 1940-an hingga kini.berumur hampir 96 tahun.tinggal di raiwind,Lahore,Pakistan.
Thursday, July 16, 2009
Senarai ijtima`(perhimpunan) islam yang diadakan di seluruh dunia.
Ijtima` tongi,Dhaka,Bangladesh –jumlah tetamu-5 juta orang ,setiap tahun,awal bulan febuari
Ijtima` raiwind,Lahore,Pakistan- jumlah tetamu-2 juta orang ,setiap tahun,pada hujung tahun
Ijtima `Bhopal-,India-setiap tahun
Ijtima` Sana`a,Yaman-setiap tahun.
Ijtima` Lenz,South Africa- setiap tahun.
Ijtima Dewsburry,London-setiap tahun.
Ijtima` Chicago,Amerika Sayrikat.-setiap tahun
Ijtima` Bangkok-jumlah tetamu-1 juta orang,setiap tahun,bulan januari
Ijtima` yang baru diadakan-
Di Indonesia
Di Malaysia
Di Philippines
Monday, July 13, 2009
Ijitma Malaysia 2009,satu rahmat Allah bagi malaysia
Dengan nama Alah yang maha pengasih lagi maha penyayang,
Nah maduhu wanusolli mu ala rasulihil kariim..
Alhamdulillah,selesai sudah satu perhimpunan yang berhimpun untuk mengingati akhirat iaitu ijtima dunia Malaysia 2009 yang berlangsung di masjid kuarters klia,(Bandar enstek) yang bertarikh pada 9,10,11,12 julai 2009 yang dihari tetmau berjumlah lebih kurang 250,000 orang dari Malaysia dan seluruh dunia.
Satu perkara yang kita perlu fahami bahawa perhimpunan ini bukanlah semata-mata untuk mengumpulkan manusia.tetapi adalah satu perhimpunan yang untuk memberi nasihat dan bimbingan tentang maksud hidup orang islam oleh para ulama yang pakar.dan ia juga salah satu cara untuk menarik rahmat Allah kerana berkumpul beramai-ramai semata keranaNya.
Alhamdulillah para ulama yang datang dari pelbagai Negara sanggup datang semata-mata kerana ihsankan orang Malaysia.Antaranya Maulana Muhammad Saad khandalawi,Maulana Muhammad Zubair Ul-Hassan,Maulana Ahmed Lat An-Nadwi,Maulana Ismail Godra,Maulana Mustaqim (rakan belajar tok guru nik aziz semasa di deoband,india),Haji Abdul Wahab,Maulana Shauqat,Maulana yunus palanpuri dan ramai lagi yang hadir.Tak diupakan juga para ustaz-ustaz Malaysia,Ustaz Hamid,Ustaz Umar,Ustaz Amir Hamzah dan ramai lagi serta para ahli syura dan orang lama dalam usaha da`wah.
Syukur juga kerana para pemimpin kita juga meluangkan sedikit masa untuk hadir perhimpunan antaranya Yang dipertuan agong,Sultan Mizan,Sultan Selangor,Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan,Tengku Mahkota Kelantan dan tetamu kerabat dari luar Negara,Putera Mahkota Qatar.Tak dilupakan juga Perdana menteri,Dato` SeRi Najib,Timbalannya,Tan Sri Muhyiddin Yassin,Menteri Besar Negeri Sembilan dan ramai lagi tetamu kenamaan.
Saudara semua yang dimuliakan,
Ijtima adalah satu perkara yang dilaksanakan untuk megeluarkan jemaah d`awah untuk dihantar ke seluruh dunia.Antara ijtima yang diadakan setiap tahun ialah di Tongi,Dhaka,Bangladesh yang mana jumlah tetamu yang datang seramai 5 juta orang, yang diadakan di antara bulan januari dan febuari,ijtima di Raiwind,Lahore,Pakistan berjumlah 2 juta orang yang diadakan pada setiap hujung tahun,Ijtima di Sana`a,Yaman,Ijtima di Dewsburry,London,Ijitma di Lenz,South Africa,Ijtima Bhopal di India dan Ijtima di Chicago,Amerika Syairkat.
Jadi,kita sebenarnya beruntung kerana Malaysia juga Allah beri peluang untuk menjadi tuan rmuah pada kali ini.
Ramai orang menghadiri ijtima adalah kerana majlis ini hanyalah memperkatakan tentang agama,tidak menyentuh isu-isu politik,semasa mahupun sensitivity mana-mana pihak,hanyalah berkisar kepada Iman dan Amal,Allah dan Rasulnya dan pentingya kita menunaikan tanggunjawab kita kepada agama untuk menyebarkan agama islam dengan cara berhikmah yang dipraktikkan oleh Nabi S.A.W dan Para Sahabat R.Anhum.
Alhamdulillah dengan bersebabkan pengorbanan Nabi dan Sahabat,Allah telah beri kita peluang untuk menyambung kerja nubuwwah,iaitu mensyiarkan agama Allah di atas muka bumi ini.dan sekarang,jemaah-jemaah da`wah ini telah bertebaran di seluruh alam dari ke hujung-hujung benua,di pulau-pulau terpencil seperti di kepulaun Fiji,maurititus,Madagascar,chile,malahan di Israel pun dihantar jemaah da`wah untuk mengislamkan roang-orang yahudi.
Satu perkara yang mungkin terlupa di dalam usaha menegakkan agama Allah,iaitu bersangka baik.Bersangka baik ini adalah perlu dan ia adalah sifat Nabi kita yang mulia hatta kepada musuh kita sekalipun.dan banyak lagi sebab kenapa kita runtuh di akhir zaman ini.satu perkara yang mungkin kita terlupa ialah tertib dan adab mengur para pemimpin,sejarah telah membuktikan bahawa dari zaman Nabi S.A.W,khulafa ar-rasyidi,dan kekhalifahan,ada cara yang tertentu untuk menegur para pemimpimn,bukanlah dengan megaibkannya di khayalak ramai,dengan demonstrasi,bantahan dan lain-lain perkara lagi apatah lagi menceritakan keburukan orang.
Dan satu perara,iaitu khilaf.tiada masalah sebanarnya khilaf,ia memang sudah ada sejak dari dulu lagi,tapi tidaah terjadi sampai zaman kita ini,sehingga sanggup menghukum orang dengan kafir,musyri,syirik dan lain-lain.kita berpegang kepada mana yang kita yakin,dan tidak mengatakan dan menghukum bahawa yang lain tiu tidak betul.kita buka alim-ulama untuk mentaklid seseorang.
Jadi,perkara-perkara ini perlulah dielakkan demi untuk meyatukan umat islam.dan ijtima ini adalah salah satu usaha untu meyatukan umat islam dengan menanamkan dalam minda bahawa kejayaan kita sebenarnya adalah tersimpan dalam agama Allah,ada dalam amal-amal agama,ada bila kita keluar di jalan Allah untuk menyebarkan agama disamping memperbaiki diri sendiri.dan belajar untuk yakin sepenuhnya pada Allah,tidak yakin kepada kerajaan,pangkat,perniagaan,pelaburan dan lain-lain.Bukanlah bermaksud kita tinggalkan perkara ita usahakan di dunia ini,tetapi usaha itu disertakan dengan membawa syariat agama Allah ini.itulah kehendak sebbenar Allah dan RasulNya.
Semoga Allah memilih Negara kita lagi pada tahun depan utnuk diadakan ijtima dunia lagi padatahun hadapan.Amiin...
Hamba fakir kepada Allah yang Maha Kaya,
Muhammad_efendie
Tuesday, July 7, 2009
`kopi` pun kena tinggal demi ijtima msia 2009...
kopi.itulah nama `hamster kesayanganku.berwarna putih dan hitam.amat comel dan gebu.tetapi hamster ku pun ditinggalkan sementara semata-mata demi ijtima m`sia.pengorbanan perlu dibuat untuk menjayakan ijtima m`sia ini.terpaksalah aku berpisah sementara dengan si kopi.Alhamdulillah ada seseorang sudi mejaga kopiku ini.semoga ku dengan kopi dapat jumpa balik.amiin...
Monday, July 6, 2009
atur cara ijtima` (perhimpunan) islam malaysia 2009.
9 Julai 2009 – KHAMIS
Asar : tetamu mula masuk ke tapak perhimpunan
- Selepas Solat Asar : Ceramah Umum
- Selepas Solat Maghrib : Ceramah Umum
- Selepas Ceramah : Solat Isyak
10 Julai 2009 – JUMAAT
- Selepas Solat : Subuh Ceramah Umum
- 10.00 pg – 12.00 tgh : Bacaan Kitab Hadith (Taklim)
- Solat Jumaat
- Selepas Solat Asar
1. Ceramah Umum
2. Program untuk Pelajar Madrasah
- Selepas Solat Maghrib : Ceramah Umum
- Selepas Ceramah : Solat Isyak
- Selepas Solat Subuh : Ceramah Umum
11 Julai 2009 – SABTU
- 10.00 pg – 12.30 tgh : Bacaan Kitab Hadith (Taklim)
1. Program Untuk Ulama
2. Program untuk Khawas(orang kenamaan
3. Program untuk Pelajar
- Selepas Solat Asar : Ceramah Umum
- Selepas Solat Maghrib : Ceramah Umum
- Selepas Ceramah : Solat Isyak
- Selepas Solat Subuh : Ceramah Pendek
12 Julai 2009 - AHAD
- 9.30 pg – 12.30 (Sebelum Zuhur)
1. Nasihat Untuk Jemaah Yng Keluar Dan Musafahah
2. Doa Penutup Ijtimak
- Selepas Asar : Nasihat khas untuk Jemaah Khidmat semasa ijtimak.
tamat.
Bagi sesiapa yang datang dengan kenderaan masing-masing; dinasihatkan agar parking kenderaan di tempat yang disediakan iaitu di Sepang F1 (Lumba Kereta ) ada orang berkhidmat di tapak Parking kenderaan; Mereka ditugaskan bagi menjaga kenderaan tetamu. Dan disitu juga disediakan; Kenderaan (shuttle) ; percuma; daripada Tempat Parking ke Medan Perhimpunan.
Bagi sesiapa yang datang dengan komuter; singgah di stesyen NILAI, di sana juga ada SHUTTLE untuk ambil orang untuk ke medan Istimak.
Sunday, July 5, 2009
Istghifar......ijtima malaysia semakin hampir...
Astagfirullah...Ijtima semakin hampir..tinggal lebih kurang 4 hari lagi..Jemaah para ulama yang didatangan khas dari Nizammuddin,new delhi,india..telah tiba di negara kita untuk membantu mempersiapkan orang malaysia untuk menghadiri perhimpunan ini dan keluar di jalan Allah..apatah lagi persiapan bagi pendosa seperti aku ini...aku hanya sekadar membantu mana yang mampu...ku merayu kepada semua muslimin yang membaca....hadirilah..ia adalah satu rahmat Allah yang diberi kepada negara kita untuk diadakan perhimpunan umat islam ini..pada malam semalam bertarikh 4 julai 2009,bertempat di masjid jamek bandar baru sri petaling,doa hiadayah yang di doa oleh amir jemaah maulana iaitu seorang ulama yang banyak menabur jasa pada agama biarpun namanya tidak pernah dipampang pada surat khabar,artikel maupun di universiti2..tetapi itu lebih bernilai di sisi Allah Ta`ala..bagi orang yang tawadu`k seperti beliau..jemaah ulama ini sanggup mengorbankan masa mereka di sini selama lebih kurang seminggu sebelum ijtima ini bermula..dengan rendah diri,mereka pergi berjumpa orang-orang islam,merayu supaya mereka dapat pergi ke perhimpunan ini..di kawasan sekitar selangor dan kuala lumpur..ku harap pada yang membaca,cubalah hadiri....perhimpunan islam malaysia 2009 (ijtima`) bertarikh 9,10,11,12 julai 2009 bertempat masjid kuarters klia(enstek).dihadiri para ulama dari pelbagai negara.dan dihadiri juga orang islam dari negara-negara lain dari pelusuk dunia....
Thursday, May 14, 2009
Ij`tima Malaysia 2009
Assalamualaikum w.b.t
Na`maduhu wanusolli mu a`la Rasulihil-Kariim..
satu perhimpunan untuk orang islam di malaysia akan diadakan di kuarters klia (enstek) bertarikh 9,10,11,12 julai 2009..
jadi,tujuan perhimpunan ini sangat penting di mana ia adalah untuk memeperbetulkan fikiran dan maksud hidup orang islam yang mana ia akan diberi nasihat dan bimbingan oleh para ulama dari pelbagai negara yang akan datang ke sini pada tarikh tersebut di lokasi ini..dan orang-orang islam dari negara lain juga akan datang menghadiri perhimpunan ini dari seluruh pelusuk dunia..jadi bilangan yang hadir agak ramai dan kawasan perhimpunan sangat luas..
jadi,hamba yang fakir dan hina ini menjemput para ikhwat (muslimin) untuk datang dan sertai perhimpunan ini..semoga Allah memilih kita dan menyediakan kita untuk digunakan olehNya untuk agama ini...insyaAllah...
dan untuk para akhwat(muslimat/masturat) diminta supaaya memberitahu maklumat ini pada suami,adik beradik,muhrim2 mereka supaaya mereka dapat tahu dan dapat menghadiri perhimpunan ini..
untuk lokasinya,sahabat semua boleh lihat dilampirkan di blog ini ataupun sila lihat di google earth dengan menaip:malaysia ,tapak ijtima 2009....
semoga kita semua dirahmati Allah..
muhammad_efendie
Thursday, April 23, 2009
my classmates
Thursday, April 16, 2009
the best of all nations
Hadhrat Suddi R.Alaih has reported the following narration from Hadhrat Umar
R.Anhu concerning the verse:
"You were the best of all nations who have been raised for (the benefit
and salvation 00 mankind. You enjoin good and forbid evil and have
Imaan in Allaah."{S urah Aal Imraan, verse 1 10)
He reports that Hadhrat umar R.Anhu stat ed, "If Allaah S.W.T had willed, He
would have used the word (meaning "You are"), in which case the verse would
have referred to all of us (whether a person enjoins good and forbids evil or not).
However, Allaah S.W.T used the word (meaning "you were'') to refer specifically
to the Sahabah R.Anhum. Therefore, whoever does as the Sahabah R.Anhum did
(enjoins good and forbids evil) shall be among "the best of all nations, who have
been raised for (the benefit and salvation of) mankind." ( I )
Hadhrat Qataadah R.Anhu reports that ~HahhratU mar R.anhu once recited the
verse:
Thereafter, Hadhrat Umar R.Anhu said, "0 people! Whoever wishes to be among
this Ummah (who are the best of nations), then he should fulfil the condition that
Allaah S.W.T mentions in the verse (i.e. enjoin good and forbid evil)."(2)
Hadhrat Abdullaah bin Mas'ood R.Anhu stated, "Allaah S.W.T looked at the
hearts of all His servants and chose that of Muhammad S.A.W . Allaah 3,S.W.T then
made him His messenger and granted him special knowledge from His own.
Allaah S.W.T then again gazed at the hearts of His servants and selected
companions for Rasulullaah S.A.W (the Sahabah R.Anhum ) to assist (in the
propagation of) His Deen and to be assistants in bearing the responsibility of
Rasulullaah S.A.W Therefore, whatever these Mu'mineen (the Sahabah regard as good, is good in the eyes of Allaah S.W.T and whatever they regard asunacceptable, is unacceptable in the eyes of Allaah S.W.T".(3)
Hadhrat Abdullaah bin Umar R.Anhu had mentioned, 'Whoever wishes to follow
the ways of another, should follow the ways of those who have passed away.
These were the companions of Muhammad S.A.W , who were the best people of
this Ummah. Their hearts were most pious, their knowledge was deepest and
they were least pretentious. They were people whom Allaah S.W.T had chosen
to be companions of His Nabi S.A.W and for the transmission of His Deen. You
people should therefore emulate their character and mannerisms. By the Rabb
of the Kabah! The Sahabah R.Anhum of Rasulullaah S.A.W were correctly
guided.”(4)
poor servant to rich Allah S.W.T
muhammad_efendie
reference from:
(1) Ibn Jurayj and Ibn Abi Haatim.
(2) Kanzul Umrnaal Vol. 1 Pg.238
(3) Abu Nu'aym in Hilya (Vol.1 Pg.375). It is also reported by Tayaalisi (Pg.33) and Ibn Abdil Birr in
Isti'aab (Vol. 1 Pg.6) without the words "Therefore, whatever these Mu'mineen.. ."
(4) Abu Nu'aym in Hilya (Vol. 1 Pg.305)
"Hayatus Sahabah" (the live of the sahabah R.Anhum) by Maulana Muhammad Yusuf Kandhalawi Rahmatullah Alaih.
R.Anhu concerning the verse:
"You were the best of all nations who have been raised for (the benefit
and salvation 00 mankind. You enjoin good and forbid evil and have
Imaan in Allaah."{S urah Aal Imraan, verse 1 10)
He reports that Hadhrat umar R.Anhu stat ed, "If Allaah S.W.T had willed, He
would have used the word (meaning "You are"), in which case the verse would
have referred to all of us (whether a person enjoins good and forbids evil or not).
However, Allaah S.W.T used the word (meaning "you were'') to refer specifically
to the Sahabah R.Anhum. Therefore, whoever does as the Sahabah R.Anhum did
(enjoins good and forbids evil) shall be among "the best of all nations, who have
been raised for (the benefit and salvation of) mankind." ( I )
Hadhrat Qataadah R.Anhu reports that ~HahhratU mar R.anhu once recited the
verse:
Thereafter, Hadhrat Umar R.Anhu said, "0 people! Whoever wishes to be among
this Ummah (who are the best of nations), then he should fulfil the condition that
Allaah S.W.T mentions in the verse (i.e. enjoin good and forbid evil)."(2)
Hadhrat Abdullaah bin Mas'ood R.Anhu stated, "Allaah S.W.T looked at the
hearts of all His servants and chose that of Muhammad S.A.W . Allaah 3,S.W.T then
made him His messenger and granted him special knowledge from His own.
Allaah S.W.T then again gazed at the hearts of His servants and selected
companions for Rasulullaah S.A.W (the Sahabah R.Anhum ) to assist (in the
propagation of) His Deen and to be assistants in bearing the responsibility of
Rasulullaah S.A.W Therefore, whatever these Mu'mineen (the Sahabah regard as good, is good in the eyes of Allaah S.W.T and whatever they regard asunacceptable, is unacceptable in the eyes of Allaah S.W.T".(3)
Hadhrat Abdullaah bin Umar R.Anhu had mentioned, 'Whoever wishes to follow
the ways of another, should follow the ways of those who have passed away.
These were the companions of Muhammad S.A.W , who were the best people of
this Ummah. Their hearts were most pious, their knowledge was deepest and
they were least pretentious. They were people whom Allaah S.W.T had chosen
to be companions of His Nabi S.A.W and for the transmission of His Deen. You
people should therefore emulate their character and mannerisms. By the Rabb
of the Kabah! The Sahabah R.Anhum of Rasulullaah S.A.W were correctly
guided.”(4)
poor servant to rich Allah S.W.T
muhammad_efendie
reference from:
(1) Ibn Jurayj and Ibn Abi Haatim.
(2) Kanzul Umrnaal Vol. 1 Pg.238
(3) Abu Nu'aym in Hilya (Vol.1 Pg.375). It is also reported by Tayaalisi (Pg.33) and Ibn Abdil Birr in
Isti'aab (Vol. 1 Pg.6) without the words "Therefore, whatever these Mu'mineen.. ."
(4) Abu Nu'aym in Hilya (Vol. 1 Pg.305)
"Hayatus Sahabah" (the live of the sahabah R.Anhum) by Maulana Muhammad Yusuf Kandhalawi Rahmatullah Alaih.
Sunday, March 29, 2009
Perform Salah correctly!
Introduction:
Salah is a pillar of Din. Doing it just right in accordance with Sunnah is the responsibility of every Muslim. Unfortunately, we go about performing the cardinal dictates of Salah in a carefree manner following our whims, hardly caring to see that those dictates have to be carried out in the manner they were passed on to us by the Holy Prophet (Sallaho Alaihe Wassallam).
This is why most of our Salah offerings remain deprived of the gleams and blessings of Sunnah, although, following these dictates just right hardly takes any more time or labour. What is needed is a touch of concern. If we give a little time and some attention, learn the correct method and make a habit of it, then the time that we spend in making our Salah today would remain the same yet the Salah thus performed would have the advantage of having been made in accordance with Sunnah and its rewards and merits and its gleams and blessings would be much more then what you experienced earlier.
The revered Companions, may Allah be pleased with them all, took great care while performing each single unit of the act of Salah, and while doing so, they continued learning about the Sunnah of the Prophet from each other.With this need in view, this humble write had explained to a gathering the Sunnah method of Salah as mentioned by the Hanafi jurists and had pointed out to incorrect practices which seem to have gained currency. By the grace of Allah, the listeners found it very beneficial. Some friends wished to make this discourse available as a printed brochure so that a much larger number of people would be able to use it to their advantage. So, in this brief write-up, the objective is to explain the Masnun method of and the step-by-step way of putting it into practice with due etiquette. May Allah Almighty make it beneficial for all of us and give us the taufiq it. AminBy the grace of Allah, there are a large number of books, big and small, dealing with the precepts of Salah.
Hence, presenting a comprehensive account of Salah problems and rulings is not the objective here, instead, the immediate concern is to relate a few important points which would help synchronize the form of Salah with the demands of Sunnah. Another aim is to sound a note of warning against mistakes and shortcomings that seem to have gained a lot of currency these days.Acting in accordance with the brief words of advice given here will, Inshallah, help make our Salah fall in line with Sunnah, at least in it’s outward appearance when a Muslim could humbly submit before his Lord.
Lord, here I am, bearing similarly to Your beloved, through in form only, yet hoping---- You shall make it real.
And what get to do is by the help and support of Allah, in Him I place my trust and towards Him I turn passionately.
poor servant to rich Allah S.W.T
muhammad_efendie
Before you begin the Salah:
Check the following and be sure that you are doing things the way they should be done
1. It is necessary that you face the Qiblah.
2. You should stand upright and your eyes should be focused on the spot where you make your Sajdah. Bending your neck and resting your chin on the chest is makruh (reprehensible). Similarly, standing in Salah while your chest is bent down is also not correct. Stand upright in a way that your ayes keep looking at the spot where you make your Sajdah.
3. Note that the direction of the fingers on your feet is towards the Qiblah and that your feet also have the same straight stance facing Qiblah. (Placing feet tilting to the right or left is contrary to Sunnah). Both feet should be in the direction of the Qiblah.
4. In between both feet, there should be a minimum span of four fingers of the hands as ready measure.
5. If you are making your Salah with jama’ah (congregation), make sure the line you are standing in is straight. The best method to make sure that the line is straight is that each person position the farthest ends of both his heels at the farthest end of the prayer-rug or at lines that mark out on rug from the other.
6. While in jama’ah, satisfy yourself by making certain that your arms are close to the arms of those who are standing on your right and left and that there is no gap in between.
7. It is impermissible, under all conditions, to let the lower portion of your ankles. It is obvious that its repugnance while standing for Salah increase much more. Therefore, be sure that the dress you are wearing is higher then your ankles.
8. Sleeves should be full, covering the whole arm. Only hands remain uncovered. Some people make their Salah with sleeves rolled up. This method is not correct.
9. It is makruh to stand for Salah while wearing clothes which one would not normally wear in public.
When you begin the Salah
1. Make niyyah or intention in your heart to the effect you are offering such and such Salah. It is not necessary to say the words of the niyyah verbally.
2. Raise your hands upto your ears in a way that palms face Qiblah and the end of the thumbs either touch the lobes of the ears or come parallel to them. The rest o the fingers stay straight pointing upwards. there are some who would tend to turn the direction of their palms towards their ears rather then having them face the Qiblah. There are some others who almost cover their ears with their hands. There are still others who would make a faint symbolic gesture without raising their hands fully upto the ears. Some others grip the lobes of their ears with their hands. All these practices are incorrect and contrary to Sunnah. These should be abandoned.
3. While raising your hands in the manner stated above, say "Allahu-Akbar". Then,using the thumb and the little finger of your right hand, make a circle round the wrist of your left hand and hold it. You should then spread out the three remaining fingers of our right hand on the back of your left hand so that these three fingers face the elbow.
4. Placing both hands slightly below the navel, fold them as explained above.
When you are standing:
1. If you are making your Salah alone, or leading it as Imam, you first recite Thana’; then Surah al-Fatihah, then some other Surah. If you are behind an Imam, you only recite Thana’ : and then stand silent listening attentively to the recitation of the Imam. If the Imam’s recitation is not loud enough for you to hear, you should be thinking of Surah al-Fatihah using you heart and mind without moving your tongue.
2. When you are reciting yourself, it is better that you, While reciting Surah al-Fatihah, stop at every verse and break your breath. Recite the next verse with fresh breath. Do not recite more then one verse in a single breath. For example, break your breath at "Alhum do lillahi Rabbil Aa'lameen" and then on "Ar-Rahmanir-Rahim" and then on "Maleki Yaumid'deen".
Recite the whole Surah al-Fatihah in this manner. But, there is no harm if, during recitation that follows, more then one verse has been recited in a single breath.
3. Do not move any part of your body without the need. Stand in peace - the more, the better. If you have to scratch or do something else like that, use only one hand and that too, under very serious compulsion using the least time and effort.
4. Transferring all the weight of the body on to one leg and leaving the other weightlessly loose to the limit that it shows a certain bend is against the etiquette of Salah. Abstain from it. Either you transfer your body weight equally on both legs or if you must channel your body weight on one leg, you have to do it in a way that the other leg shows no bend or curve.
5. If you feel like yawning, try your best to stop it.
6. When standing for Salat, keep you eyes looking at the spot where you make your Sajdah. Abstain from looking to your right and left, or front.
When in Ruku:
When you bend for Ruku’, watch out for the following:
1. Bend the upper part of your body upto a point where the neck and back nearly level up. Do not bend any more or less then that.
2. While in Ruku’, do not bend the neck to the limit that the chin starts touching the chest, nor raise it is high that the neck goes higher than the waist level. Instead, the neck and the waist should be in one level.
3. In Ruku’, keep feet straight. Do not place them with an outward or inward slant.
4. Place both hands on your knees in a way that fingers on both hands stay open. In other wards, there should be space between every two fingers when you thus go on to hold the right knee with your right hand and the left knee with your left hand.
5. In the state of Ruku’, wrists and arms should remain stretched straight. They should not bend, curve or sag.
6. Stay in Ruku’, at least for a time during which "Saubhan Rabbiyal Azeem" could be said three times calmly and comfortably.
7. In the state of Ruku’, the ayes should be looking towards the feet.
8. Body weight should be evenly distributed on both feet and both knees should be parallel to each other.
Returning to the standing position from Ruku:
1. While returning from Ruku’, back to the standing position, see that you stand straight leaving no sag or droop in the body.
2. In this position as well, eyes should be fixed on the spot where you do your Sajdah.
3. Three are those who simply make a ‘gesture’ of rising from the Ruku’ instead of rising fully and standing upright when it is time to do so and who, in that every state, when their body is still bent downwards, go on to do their Sajdah - for them it becomes obligatory that they make their Salah all over again. Therefore, abstain from it very firmly. Unless you make sure about having become perfectly straight in your standing position, do not go for Sajdah.
When gowing down for Sajdah:
Remember the following method when gowing down for Sajdah:
1. Bending the knees first of all, take them towards the prayer floor in a way that the chest does not lean forward. When the knees have already been rested on the floor, the chest should then be lowered down.
2. Until such time that the knees have come to rest against the floor, abstain, as far as possible, from bending or lowering the upper part of the body. These days negligence in observing this particular rule of etiquette while getting ready to go for Sajdah has become very common. Many people would lower down their chest right from the start and go on to do their Sajdah. But, the correct method is what has been stated in #1 and #2 above. Unless it be for a valid reason, this method should not be bypassed.
3. After having rested your knees on the floor, place your hands first, then the tip of the nose, then the forehead.
In Sajdah:
1. While in Sajdah, keep your head in between your two hands in a way that the end of the two thumbs come parallel to the ear-lobes.
2. In Sajdah, fingers on both hands should remain close together, that is, the fingers should be adjacent to each other leaving no space in between them.
3. The direction of the fingers should be towards the Qiblah.
4. The elbows should stay raised off the floor. It is not correct to rest the elbows on the floor.
5. Both arms should stay apart from armpits and sides. Never keep them tucked in.
6. Do not, at the same time, poke your elbows far out to your right and left causing discomfort to those making Salah next to you.
7. The thighs should not come in contact with the stomach-wall. The stomach and the thighs should stay apart.
8. During the entire Sajdah, the nose-tip should continue to rest on the floor.
9. Both feet should be placed upright on the floor with heels showing on top and all fingers turned flat on the floor in the direction of the Qiblah. Those who cannot turn all their fingers because of the physical formation of their feet, they will still do well to turn them as much as they can. It is not correct to place the fingers vertically on the floor just for no valid reason.
10. Be careful that your feet do not lift off the floor during Sajdah. Some people would their Sajdah while none of the fingers on their feet come to rest on the floor even for a moment. This way the obligation of Sajdah is not liquidated at all, as a result, the Salah too becomes invalid. Be very particular in abstaining from this error.
11. In the state of Sajdah, the least time you can give yourself should be sufficient enough to say "Saubhan Rabbiyal Aa'la" three times, calmly and comfortably. Raising the forehead immediately after having rested it on the floor is prohibited.
In between the two Sajdahs:
1. Rising from the first Sajdah, sit up straight, on the hams, calmly and comfortably. Then go for the second Sajdah. Doing the second Sajdah after raising the head just a little bit and without becoming straight is a sin. If one does it like that, it becomes obligatory that the Salah be made all over again.
2. Spared out the left foot (like the blade of a hockey stick) and sit on it. Let the right foot stand vertically with fingers turned towards the Qiblah. Some people let both feet remain in upright position and sit on the heels. This method is not correct.
3. While sitting, both hands should be placed on the things but fingers should not taper down onto the knees., instead, the far ends of the finger tips should reach only as far as the beginning edge of the knee.
4. While sitting, let your eyes be on the lap.
5. Sit for a time during which "Saubhanul-Allah"could be said at least once and if your can sit for a time during "AllahummaghFirli Warhamni Wasturni Wahdini Warzuqni"could be recited, it is better. But, reciting this during Fard (obligatory) Salah is not necessary. It is better to do so in Nafl Salah.
The second Sajdah and rising from it:
1. Go on to do your second Sajdah in the same manner by first placing both hands on the floor, then the nose-tip, then the forehead.
2. The complete from of Sajdah should be the same as mentioned in connection with the first Sajdah.
3. When rising from Sajdah, first raise the forehead off the floor, then the nose-tip, then the hands, and then the knees.
4. While rising, it is better not to learn for support off the floor, however, should it be difficult to get up from the floor because of body-weight, sickness or old age, making use of the floor for support is also permissible.
5. After you have risen back to your standing position, recite "Bismillah" before Surah al-Fatihah in the begining of each raka’ah.
In Qa’dah:
1. The method of sitting in Qa’dah shall be the same as mentioned in connection with the method of sitting between Sajdahs.
2. When you reach "Ashhadu Allah-ilaha" while reciting "At-tahiyyat"raise the shahadah finger (the fore-finger or the index finger) with a pointing motion and let it fall back at "Illul-lah".
3. The method of making a pointing motion is that you make a circle by joining your middle finger and the thumb, close the little finger and the ringfinger (the one next to it), then raise the shahadah finger in a way that it is tapered towards the Qiblah. It should not be raised up straight in the direction of the sky.
4. However, lower the shahadah finger while saying "Illul-lah".but retain, right through the end, the initial formation of the rest of the fingers you already had when making the pointing motion.
When turning for Salam:
1. When turning for Salam on both sides, you should turn your neck just enough that your cheeks become visible to the person sitting behind you.
2. When turning for Salam, eyes should be towards the shoulders.
3. When turning your neck to the right to say "Asslamu Allaikum Wa-Rahmatullah"make an intention that you are offering your Salam greetings to all human beings and angles on your right. Similarly, while turning for Salam to the left, have the intention of offering your Salam greeting to all human beings and angels present on your left.
The method of Du’a:
1. The method of Du’a is that both hands be raised high enough so that they come in front of the chest. Let there be some space between the two hands. Do not bring the hands close together nor keep them far apart.
2. When making Du’a, keep the inner side of the hands turned towards your face.
Salah For Women:
The method of Salah describe earlier is for men. The Salah as offered by women differs from that of men in the following aspects. Women should be careful about what is required of them:
1. Before they begin their Salah, women should make sure that their whole body, except the face, the hands and the feet, is covered with clothes.Some women offer their Salah with the hair on their head remaining uncovered. Some have their wrists left uncovered. Some women use scarfs so thin or small that their hair tresses are visible dangling down underneath. If, during the Salah, any part of the body, even if it be equal to one-fourth, remains uncovered for a time during which one could say "Saubhan Rabbiyal Azeem" three times, the Salah itself would not be valid. However, should the uncovered portion be less than that, Salah would take place but the sin shall stay.
2. For women, making Salah in the room is better than doing it in the verandah and doing it in the verandah is better than doing it in the courtyard.
3. While starting the Salah, women should not raise their hands upto their ears, instead, they should raise them upto their shoulders, and that too, from within the scarf or other outer wrap being used. Hands should not be taken out of this cover.
4. When women fold their hands on the chest, they should simply place the palm of their right hand on the back of the left forehand. They should not fold their hands on the navel like men.
5. In Ruku’, women are not required to straighten their backs fully like men. Women should bend less as compared to men.
6. In the position of Ruku’, men should open up their fingers while placing them on the knees, but women are required that they place their hands on the knees with fingers close together, that is, there be on space between fingers.
7. Women should not stand on legs absolutely straight, instead, they should stand with knees slightly bent forward.
8. In Ruku’, men are required to keep their arms stretched, away from the sides. But, women should stand with their arms close to their sides.
9. Women should stand with both feet close together. Specially, both their knees should just about be joined together. Let their be no separating distance between legs.
10. While doing Sajdah, the method prescribed for men is that they should not lower their chest until such time that their knees come to rest on the floor. But this method is not for women. They can, right from the start, lower their chest and go for Sajdah.
11. Women should do their Salah in a manner that the stomach-wall come to rest against the thighs and the arms stay close to the sides. In addition to that, omen do have to position their feet, upright, they should spread them on the floor sliding them out towards the right.
12. Men are prohibited to place their elbows on the floor while making Salah. But, women should place the whole arm, including the elbows, on the floor.
13. When sitting between Sajdah and when reciting "At-Tahiyyat", sit on the left hip, side both feet out to the side and let the left foot reset on the right calf of the leg.
14. Men are required that they be careful about keeping their finger upon when bending for Ruku’, and keeping then close together in Sajdah, and then, leave them as they are during the rest of the Salah, when they make no effort either to close or open them. But, it required of women, under all conditions, that they keep fingers close together, that is leave no space between them. This is required all along in Ruku’, in Sajdah, between two Sajdah and in the Qa’dahs.
15. It is makruh (reprehensible) for women to make a jama’ah (congregation) The very act of offering their Salah alone is better for them. However, should mahram-members of the family be making their Salah with jama’ah within the house, there is no harm if they join in with them in the jama’ah. But, in a situation like this, it is necessary that they stand exactly behind men. They should never stand next to them in the same row.
The Masjid Some Essential Rules Of Conduct:
1. While entering the Masjid, recite the following Du’a:
"Bismillahi Was-Salatu Was-Salam Ala Rasul-ullah. Allahumma Aftahli Abwaba Rahmatik"
( I enter with the name of Allah and with the prayer that Allah bless His Messenger and bestow upon him. O Allah, open for me the doors of Thy mercy.)
2. Immediately on entering the Masjid, make an intention that ‘I shall be in I’tikaf for whatever time I stay in the Masjid: By doing so, Insha’-Allah, the spiritual reward of I’tikaf can also be hoped for.
3. Following entry into the Masjid, it is better to sit in the front row. But, in case space in the front has already been taken up, sit wherever you find an opening. Advancing forward by leap-frogging people’s necks is not permissible.
4. Salam greeting should not be offered to those already sitting in the Masjid and busy in Dhikr or recitation of the Qu’ran. However, should one of them be not so engaged and looking at you on his own, there is no harm in offering such Salam greeting to him.
5. If you have to offer Sunnah or Nafl Salah in the Masjid, select a spot where there is the least likelihood of people crossing in front of you. Some people start up their Salah in the back rows while ample space remains open in the front. Because of this act of theirs, it becomes difficult for other to cross over and they have to make a long detour to reach open sitting spots. Offering Salah in this manner is a sin in itself, and should a person happen to cross in front of the person making his Salah, then this sin of his crossing over in that manner will also rest on the shoulders of the person making such a Salah.
6. After entering the Masjid, if you find that you are there a little ahead of the Salah timing, then, before you sit down, make two raka’ahs with the intention of Tahiyyah al-Masjid. This has great merit. If there is not time for that, you can combine the intention of Tahiyyah al-Masjid within the Sunnah Salah. And if, you do not have the time even to make your Sunnah Salah and the jama’ah is ready, this intention could also be combine with that of the Fard Salah.
7. As long as you sit in the Masjid, keep doing Dhikr. Specially, keep reciting the following Kalimah devotedly:
"Saubhanullahi Walhumdo Lillahi Wala Ilaha Illullaho Wallaho Akbar"
Sanctified is Allah and for Allah is all praise and there is no god but Allah is great.
8. Do not engage yourself in unnecessary conversation while sitting in the nothing else that may disturb those devoting to their ‘Ibadah of Salah or Dhikr.
9. If the jama’ah is ready, fill in the front rows first. If space is open in the front row, it is not permissible to stand in the back row.
10. From the time when the Iman takes his place on the Mimber to deliver the Friday Khutbah right through the end of the Salah, it is not permissible for anyone to talk, make Salah or to offer Salam to anyone or to answer Salam offered. However, should anyone start talking during this time, it is also not permissible that he be asked to keep quiet.
11. Sit during the Khutbah as you sit in Qa’dah when reciting at-Tahiyyat. Some people sit hand folded during the first part of the Khutbah and then place their hands on the things during the second. This method is baseless. One should sit with hands on the thighs during both.
12. Abstain from everything that may spread filth or smell in the Masjid or cause pain to anyone.
13. When you see anyone doing something wrong, ask him not to do so, quietly and softly. Totally avoid insulting him openly, or rebuking him, or quarrelling with him
Subscribe to:
Posts (Atom)